Sabtu, 09 Januari 2010

Merancang Jiwa Anak

Semua pasangan tentu bahagia menyambut hadirnya buah hati yang mengisi rahim istrinya. Saking bahagianya, setiap dua minggu sekali, di awal kehamilan melakukan kontrol perkembangan janin dalam perut ke dokter ahli kandungan yang ada di rumah sakit terbaik sesuai pilihan. Setelah janin berumur beberapa bulan, kontrol dilakukan setiap bulan, secara rutin. Terkadang saat kontrol ke dokter, minta foto hasil USG, lalu foto tersebut didokumentasikan, sebagai bukti kebahagiaan...

Menjelang kelahiran bayi, pasangan suami istri mempersiapkan keperluan untuk si bayi nanti, mulai dari kamar bayi, tempat tidur, perlengkapan tidur, pakaian, mainan, dll... Bahkan sudah mulai ada yang mencari asuransi untuk pendidikan anaknya kelak...

Setelah anak lahir, orang tua mulai sibuk memberikan makanan terbaik, fasilitas terbaik, perlakuan terbaik, dll untuk anaknya... Setelah mulai agak besar, orang tua pun mulai mencarikan pendidikan terbaik...

Semua persiapan dilakukan secara matang dan terencana, walau pada orang tua tertentu ada juga yang sama sekali tidak dipersiapkan. Ibaratnya mempunyai anak kan sudah naluri, jadi mulai dari kandungan sampai anak lahir tumbuh dan berkembang, difasilitasi sesuai naluri saja, tanpa persiapan apapun.

Tahukah anda, apa akibatnya ketika anak besar? Ternyata ada sesuatu yang bolong dalam hidupnya. Anak mencari-cari apa yang tidak dia dapatkan dan tidak diberikan orang tuanya. Orang tua hanya memberikan makanan, pendidikan, pakaian, dll... tanpa landasan. Akibatnya, anak terus mencari kebolongan tersebut.

Sayangnya, ketika anak mulai mencari, mengeksplorasi apa ingin dia temukan, orang tua malah melarang, yang berakibat putusnya sambungan neuron di otak anak. Seperti permainan cilukba misalnya, dimana anak main sembunyi-sembunyian dan ingin dicari, kalau mau dilihat lebih dalam, permainan tersebut merupakan cikal dasar pencarian spiritual seorang anak untuk kelak menemukan Tuhannya, tapi pernah kita memaknai permainan tersebut sebagai wujud asmaul husna? Pernah kah kita memaknai setiap apa yang dilakukan anak merupakan wujud nilai-nilai ketuhanan? Apakah kita melihat anak sebagai titipan Tuhan yang jiwanya perlu dijaga, dirawat dan dikembangkan... sehingga apapun cita-citanya kelak, adalah demi berada di jalan Nya.

Atau kita terlalu sibuk mengkhawatirkan masa depan anak, sehingga untuk mengobati kekhawatiran tersebut, dicarikan lah sekolah terbaik, les terbaik... tapi kita lupa merancang jiwa anak yang merupakan milik Nya... yang berasal dari Nya, hidup oleh Nya dan akan kembali pada Nya... Astagfirullahal'aziim...


Bekasi, 29 Oktober 2009
Ermalen Dewita
Terinspirasi dari penjelasan Pak Ary Ginanjar Agustian tentang Spiritual Parenting, Rabu 28 Oktober 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar